Minggu, 26 Juni 2016

Seks Edukasi untuk Remaja

Adalah penting untuk membincangkan lebih dahulu tentang seksualitas sebelum masuk ke pembicaraan tentang pendidikan seks. Karena pemahaman yang benar dan’ pengakuan terhadap seksualitas akan membawa kepada pengertian yang benar pula tentang pendidikan seks.

Seksualitas (Myles, dkk, 1993) merupakan sebuah proses yang berlangsung secara terus-menerus sejak seorang bayi lahir sampai meninggal; sebuah proses yang memperlihatkan hubungan yang erat antara aspek fisik (sistem reproduksi) dengan aspek psikis dan sosial yang muncul dalam bentuk perilaku; serta merupakan bagian integral dari kehidupan manusia. Pengertian dari Myles tersebut menunjukkan -bahwa dimensi seksualitas sangatlah luas meliputi bukan saja dimensi fisik namun juga psikis dan sosial. Namun, saat ini telah terjadi pereduksian makna, seksualitas disempitkan hanya pada aspek fisik – hubungan seks. Akibatnya seksualitas menjadi tabu dibicarakan terutama di dalam keluarga. Seksualitas cenderung tidak diakui sebagai sesuatu yang alamiah dan hanya sah dibicarakan dalam lembaga perkawinan.
Situasi ini sangat mempengaruhi perkembangan seksualitas remaja yang sedang berada pada puncaknya. Di satu sisi remaja berada pada masa gejolak seks yang besar disisi lain mereka diharuskan mampu menguasai gejolak tersebut tanpa tahu bagaimana cara mengelolanya.

MASALAH SEKSUALITAS REMAJA
Dari berbagai penelitian Sahabat Remaja dan data klien (I 987- sekarang) secara konsisten tampak bahwa masalah terbesar remaja adalah seksualitas. Mulai dari masalah pacaran, perilaku seks, kehamilan tidak diinginkan, orientasi seksual, body image, dan mitos-mitos seks. Di masa remaja ketika fungsi organ reproduksi dan sistem hormonal mulai bekerja, secara alamiah remaja menjadi sangat ingin tahu tentang seks. Keingin tahuan mereka biasanya disalurkan lewat perbincangan dengan teman sebaya, mencari informasi dari sumber-sumber pornografi, dan lalu mempraktekkan dengan diri sendiri, pacar, teman, atau orang lain. Jarang sekali remaja melibatkan orangtua untuk mendiskusikan masalah seksualitas yang lebih dalam. (ghayundhis.wordpress.com)

Mungkin sebagian besar orang tua mulutnya mendadak terkunci ketika anak remaja mereka melontarkan pertanyaan yang gampang-gampang susah dijawab: ‘Ciuman itu enak, nggak?’, ‘pemerkosaan itu apa?’, atau ‘doggy style itu maksudnya apa?’ Padahal, di zaman global ini pertanyaan semacam itu tak bisa lagi dicegah, termasuk dari mulut remaja Anda. Sebagai orang tua, momen ini justru harus dimanfaatkan untuk memberikan pendidikan seksualitas atau sex-education yang benar, agar anak tidak lantas mencari jawaban dari sumber-sumber yang tidak bertanggung jawab.

Menurut psikolog dan sex educator Ninuk Widyantoro, yang terpenting sebelum memberikan sex-education pada anak adalah menetapkan tujuan yang jelas, yaitu mempersiapkan anak secara bertahap agar siap menghadapi berbagai perubahan – fisik dan emosional — yang menyangkut seksualitasnya dan bisa melewati fase-fase hidupnya dengan selamat. Selain itu, ancaman pelecehan seksual, pergaulan bebas, kehamilan di luar nikah pada usia dini, gempuran informasi melalui media massa, serta penularan penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) dan HIV/AIDS tentu menjadi alasan kuat untuk membekali anak dengan pendidikan seks, agar mereka bisa melindungi diri dan berpikir sebelum bertindak.

Setidaknya, ada tiga syarat utama yang harus dipenuhi orang tua sebelum mulai memberikan pendidikan seks.

Pengetahuan cukup

Orang tua perlu bekal pengetahuan yang cukup mengenai seksualitas. “Ada orang tua yang bahkan tidak mengerti perbedaan antara seks dan seksualitas. Seks hanyalah perbedaan biologis antara pria dan wanita. Sedangkan seksualitas lebih luas dari itu, antara lain mencakup kebersihan genital, ketertarikan pada lawan jenis, timbulnya nafsu birahi, hingga orientasi seksual,” jelas Ninuk.

Keterampilan komunikasi
Orang tua perlu memiliki keterampilan komunikasi, menyangkut cara berbicara dan body language. Bicaralah dengan nada yang manis pada anak, bukan menggurui atau menakut-nakuti. Selain itu, bersikaplah santai. Sex-education bisa gagal total bila orang tua merasa jengah. Bebaskan pikiran dan sadari sepenuhnya bahwa seks bukanlah sesuatu yang jorok atau dosa. Seks adalah sesuatu yang normal, karena melalui hubungan seks-lah kelangsungan hidup manusia terpelihara. Bicara soal seksualitas bukan cuma seputar hubungan intim pria dan wanita, tapi bisa juga tentang kesehatan dan perkembangan emosi.

Keterbukaan
Jika anak bertanya tentang sesuatu, tak perlu menutup-nutupi. Daripada ia mencari tahu sendiri dan malah tersesat, berikan jawaban yang sesuai porsi dan usianya. Misalnya, kalau tiba-tiba remaja Anda bertanya, “Seks oral itu apaan, sih?”, jangan keburu panik (yang biasanya berakhir dengan sikap menghindar). Lebih baik tarik napas  dulu dalam-dalam, dan ikuti trik yang pernah dilakukan Ninuk, yaitu dengan mengajukan pertanyaan balik. “Kamu tahu pil oral, nggak? Itu pil yang dimasukkan ke mulut. Nah, kalau seks oral kira-kira apa?” Jawaban ini kemudian dilanjutkan dengan diskusi tentang apakah oral seks itu aman dan apa akibatnya bila dilakukan oleh remaja.



Sumber:http://www.psychoshare.com/file-1898/psikologi-remaja/seks-edukasi-untuk-remaja.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar