Selasa, 22 Desember 2015

Pengertian dan Sejarah Perkembangan Ilmu Antropologi

A.Pengertian Antropologi
                Antropologi berasal dari kata anthropos yang berarti manusia dan logos yang berarti ilmu. Menurut Haviland antropologi adalah studi tentang manusia yang berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya dan untuk memperoleh pengertian yang lengkap mengenai keanekaragaman manusia.

B. sejarah perkembangan antropologi
                Sejarah perkembangan antoropologi menurut koentjaraningrat dibagi atas empat fase:
Fase pertama (sebelum 1800)
                Sejak akhir abad 15 dan awal abad 16 suku-suku bangsa di benua asia, afrika, amerika dan oseania mulai kedatangan bangsa-bangsa eropa barat kurang lebih 4 abad. Orang-orang Eropa barat tersebut terdiri dari musafir, pelaut, pendeta, kaum nasrani maupun pegawai pemerintahan jajahan mulai menuliskan dan menerbitkan buku-buku kisah perjalanan, laporan dan lain-lain yang mendeskripsikan kondisi dari bangsa-bangsa yang mereka kunjungi. Deskripsi tersebut berupa adat-istiadat, susunan masyarakat, bahasa, atau ciri-ciri fisik. Deskripsi tersebut kemudian disebut “etnografi” .
Fase kedua (kira-kira pertengahan abad ke 19)
                Pada awal abad ke-19 muncul usaha-usaha untuk mengintegrasikan secara serius beberapa karangan-karangan yang membahas tentang masyarakat dan kebudayaan di dunia pada berbagai tingkat evolusi. Pada sekitar tahun 1860 lahirlah antropologi setelah terdapat beberapa karangan yang mengklasifikasikan bahan-bahan mengenai berbagai kebudayaan dalam berbagai tingkat evolusi.
Fase ketiga (awal abad ke -20)
                Pada awal abad ke-20 sebagian besar negara penjajah dari eropa berhasil memantapkan kekuasaannya di daerah-daerah jajahan mereka. Dalam era kolonialisme tersebut, antropologi menjadi sangat penting bagi kepentingan kolonialisme.
Fase keempat (sesudah  kira-kira 1930)
                Pada fase ini antopologi mengalami perkembangan yang sangat pesat  dan lebih berorientasi akademik.  Perkembangannya meliputi ketelitian bahan pengetahuannya maupun metedo-metode ilmiahnya. Tetapi di lain pihak muncul sikap anti kolonialisme dan gejala berkurangnya bangsa-bangsa primitif (yaitu bangsa-bangsa yang tidak memperoleh pengaruh kebudayaan eropa-amerika). Setelah perang dunia II menyebabkan antopologi seolah-olah kehilangan lapangan. Oleh karena itu sasaran dan objek penelitian para ahli antropologi sejak tahun 1930 telah beralih dari suku-suku bangsa primitif non-eropa kepada penduduk desa termasuk daerah-daerah pedesaan eropa dan amerika.
Pada fase keempat ini antropologi mempunyai 2 tujuan utama:
1.    Tujuan akademis: pemahaman manusia tentang fisiknya, masyarakatnya, maupun kebudayaannya
2.    Tujuan praktis: untuk kepentingan pembangunan (infrastruktur, ekonomi, budaya, dll)






sumber:
Prabowo, Hendra. 1996. Pengantar Antropologi. Jakarta:Gunadarma

Psikoanalisa

Menurut kamus lengkap Psikologi J.P Chaplin psikoanalisis adalah suatu sistem psikologi yang diarahkan pada pemahaman, penyembuhan, dan pencegahan penyakit-penyakit mental.
Sigmund Freud merupakan pendiri aliran psikoanalisis. Menurut Freud pikiran-pikiran atau keinginan-keinginan yang direpres atau ditekan merupakan sumber perilaku yang tidak normal atau menyimpang. Freud berpendapat bahwa kehidupan psikis terdiri dari kesadaran  (the conscius), prakesadaran(preconsciusness) dan ketidaksadaran (the unconscius). 
Dalam hubungannya dengan jiwa seseorang, yang tampak dari luar hanya sebagian kecil saja, yaitu alam kesadaran. Bagian yang terbesar dari jiwa seseorang tidak bisa dilihat dari luar, dan ini merupakan alam ketidaksadaran. Antara kesadaran dan ketidaksadaran terdapat suatu perbatasan yang disebut prakesadaran (preconsciusness). Dorongan yang terdapat dalam alam prakesadaran ini sewaktu-waktu dapat muncul ke dalam kesadaran.
Selanjutnya Freud mempunyai pandangan bahwa kepribadian terdiri dari Id, Ego, dan Super ego. Id adalah bagian kepribadian yang menyimpan dorongan-dorongan atau keinginan-keinginan biologis manusia dan pusat insting. Id mengandung insting seksual dan insting agresif. Id membutuhkan satisfaction atau kepuasan dengan segera tanpa memperhatikan realitas yang ada, sehingga oleh Freud disebut prinsip kenikmatan (pleasure principle). Id hanya mampu menghasilkan keinginan, ia tidak mampu memuaskan keinginannya.
Ego berfungsi menjembatani tuntutan Id dengan realitas dunia luar. Ego adalah mediator antara hasrat-hasrat dengan tuntutan rasional dan realistik. Ego-lah yang menyebabkan manusia mampu menaklukkan hasratnya dan hidup sebagai wujud yang rasional (pada pribadi yang normal). Ego bergerak berdasarkan prinsip realitas (reality principle).

Super ego merupakan prinsip moral (morality principle), yaitu mengontrol perilaku dari segi moral. Super ego menghendaki agar dorongan-dorongan atau keinginan-keinginan tertentu saja dari Id yang direalisasikan, sedangkan dorongan-dorongan atau keinginan-keinginan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai moral tidak akan dipenuhi. Oleh karena itu, ada semacam kontradiksi antara Id dan Super ego yang keduanya harus mendapat pemenuhan tuntutan. Jika Ego gagal menjaga keseimbangan antara dorongan-dorongan dari Id dan larangan-larangan dari Super ego, individu yang bersangkutan akan menderita konflik batin yang terus-menerus dan konflik ini akan menjadi dasar dari neurose (gangguan mental).


Pada dasarnya tidak semua dorongan dari Id bisa dipenuhi sesuai dengan reality principle. Namun dorongan-dorongan yang tidak dipenuhi, tidak menghilang begitu saja, tetapi tetap menghendaki untuk dilaksanakan agar memenuhi pleasure principle. Untuk menjaga keseimbangan dalam kepribadian individu yang bersangkutan, berbagai dorongan yang belum dilaksanakan ini perlu disalurkan. Proses penyaluran ini disebut kanalisasi. Kanalisasi dilakukan melalui mekanisme-mekanisme pertahanan tertentu. Mekanisme pertahanan ini bertujuan menyalurkan dorongan-dorongan dari Id yang tidak dapat dibenarkan oleh Super ego. 

Freud menggunakan istilah mekanisme pertahanan diri untuk menunjukan proses tak sadar yang melindungi si individu dari kecemasan atau tekanan batin melalui pemutarbalikan kenyataan. Pada dasarnya strategi-strategi ini tidak mengubah kondisi objektif dan hanya mengubah cara individu mempersepsi atau memikirkan masalah itu. Jadi, mekanisme pertahanan diri merupakan bentuk penipuan diri.

 Contoh dalam kehidupan sehari-hari
1.    Seorang  mahasiswa melihat wanita cantik, putih, seksi di mall sehingga terangsang nafsu seksnya. Tetapi setelah lama diperhatikan ternyata wanita itu adalah dosennya yang sudah bersuami. Setelah menyadari wanita itu dosennya dan bahwa wanita itu sudah bersuami, maka nafsu seksnya tadi ditekan ke dalam ketidaksadaran karena hal itu bertentangan dengan norma-norma moral dan agama.
2.    Seorang ibu yang membenci anaknya karena sebenarnya kehadiran anak itu tidak dikehendaki. Ibu tadi ingin membunuh anaknya tetapi super ego tidak memperbolehkannya. Sehingga ibu itu mulai menerima kehadiran anaknya. 

Kesimpulan
            Psikoanalisis mengungkapkan bahwa dalam jiwa seseorang  yang tampak dari luar hanya sebagian kecil yaitu kesadaran. Bagian jiwa dari seseorang yang terbesar adalah ketidaksadaran yang tidak dapat dilihat dari luar. Antara kesadaran dan ketidaksadaran terdapat suatu pembatas yaitu prakesadaran. Dalam diri seseorang juga terdapat tiga sistem kepribadian yaitu Id, Ego, dan Super. ego. Id adalah keinginan-keinginan primitif yang ada dalam diri seseorang. Super ego adalah norma yang mengatur perilaku seseorang.  Ego adalah tindakan yang dilakukan manusia sebagai hasil dari penyesuaian antara Id dan Super ego. Ego selalu menyesuaikan diri dengan prinsip realitas. Tetapi dorongan Id yang tidak dapat dipenuhi oleh ego di tekan dalam ketidaksadaran. Keinginan Id yang tidak dapat dipenuhi apabila sangat kuat dapat menggangu kepribadian seseorang. Untuk melindungi Ego dan Super ego dari ancaman dorongan Id yang terus mendesak dilakukanlah mekanisme pertahanan.

sumber:
Heru Basuki, A.M. 2008. Psikologi Umum. Jakarta: Gunadarma
Sobur, Alex. 2013. Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah. Bandung: Pustaka Setia
Chaplin, J.P. 2002. Kamus Lengkap Psikologi Umum (terj. Kartono, kartini). Jakarta: Raja Grapindo


Psikologi Gestalt

Kata Gestalt berasal dari bahasa Jerman, yang dalam bahasa Inggris berarti form, shape, configuration, yang dalam bahasa Indonesia berarti  bentuk  atau  konfigurasi.
 Sedangkan pengertian Psikologi Gestalt menurut kamus lengkap psikologi J.P Chaplin yaitu suatu aliran dalam bidang psikologi yang mengungkapkan bahwa pokok persoalan yang sejati bagi psikologi adalah tingkah laku manusia dan pengalaman.
Aliran Psikologi gestalt dikemukakan oleh Max Wertheimer, Kurt Koffka, dan wolfgang Kohler. Mereka membuat kesimpulan  bahwa fenomena perseptual dipelajari secara langsung dan secara bulat, tidak dibagi-bagi atau dianalisis secara lanjut. Apabila fenomena ini dibagi-bagi menjadi elemen-elemen maka akan kehilangan maknanya. Aliran Gestalt menentang teori-teori psikologi yang berlaku di Jerman sebelumnya, terutama teori strukturalisme dari Wilhelm Wundt. Teori Wundt yang khususnya mempelajari proses penginderaan dianggap terlalu elemenistik (terlalu mengutamakan elemen atau detail). Padahal, persepsi manusia terjadi secara menyeluruh, sekaligus terorganisasikan, tidak secara parsial atau terpotong-potong.
 Eksperimen Gestalt yang pertama adalah pengalaman Wertheimer ketika dia berada di stasiun kereta api tentang pengamatan gerak. Kalau beberapa lampu diletakkan berderet dan dinyalakan berganti-ganti dengan cepat, maka kita tidak akan melihat lampu itu menyala berganti-gantian, melainkan kita akan melihat sebuah sinar yang bergerak. Artinya walaupun secara objektif sinar itu tidak bergerak tetapi sinar tersebut dipersepsi sebagai sinar yang bergerak. Gejala ini di sebut “phi phenomena” yang sering kita lihat pada lampu-lampu hias. Dengan demikian dalam persepsi itu ada peran aktif dalam diri orang yang mempersepsi. ini berarti pada waktu mempersepsi sesuatu individu tidak hanya tergantung pada stimulusnya saja tetapi juga pada pemahaman individu yang menentukan hasil persepsinya. Menurut psikologi Gestalt, manusia tidak memberikan respon pada stimuli secara otomatis. Manusia adalah organisme aktif yang menafsirkan setiap stimuli. Sebelum memberikan respons, manusia menangkap dulu “pola” stimuli secara keseluruhan dalam satuan-satuan yang bermakna pola inilah yang disebut Gestalt.
Eksperimen lainnya adalah eksperimen yang dilakukan oleh Wolfgang Kohler yang dalam hal ini berkaitan dengan problem solving. Kohler menggunakan simpanse sebagai hewan percobaannya. Menurut Kohler apabila organisme dihadapkan pada suatu masalah maka akan terjadi ketidak-seimbangan kognitif. Kondisi seperti ini akan berlangsung sampai masalah tersebut terpecahkan. Karena itu menurut  psikologi Gestalt apabila terdapat ketidak-seimbangan kognitif, maka kondisi tersebut mendorong organisme mencapai keseimbangan. Dalam percobaannya Kohler menarik kesimpulan bahwa organisme memperoleh pemecahan masalahnya  dengan pemahaman atau insight.
Kurt Koffka adalah tokoh psikologi Gestalt yang banyak menulis tentang paham-paham dan definisi-definisi dari aliran ini. Koffka rajin merekam dan mencatat berbagai hasil eksperimen mereka dan tulisan-tulisannya itu dijadikan dasar oleh rekan-rekannya untuk mengadakan penelitian selanjutnya. Ia juga menjadi editor majalah psikologi Gestalt yang bernama Psychologische Forschung, yang mula-mula terbit di Jerman namun karena larangan Hitler majalah ini diteruskan di Amerika Serikat.

  Contoh dalam kehidupan sehari-hari
1. Ketika kita bermain piano, jika kita hanya memainkan  satu tuts piano saja itu tidak akan memberikan makna apa-apa dan kita juga tidak mendengarkan suatu lagu yang sempurna, tetapi jika piano dimainkan dengan  lebih dari satu tuts secara bergantian maka kita tahu lagu apa yang kita mainkan. Kita mengetahui lagu apa itu dari pemahaman kita tentang lagu dan kita dapat memainkan piano tersebut dari pemahaman kita dalam memainkan piano. Pemahaman itu kita peroleh dari proses pembelajaran.
2. Dalam proses belajar, siswa bukan hanya diajari suatu mata pelajaran tetapi siswa perlu diberi motivasi, tujuan belajar, dan hubungan satu mata pelajaran terhadap mata pelajaran lainnya. Misalnya hubungan pelajaran matematika dengan pelajaran fisika. Selain itu kondisi fisik dan mental serta lingkungan belajar juga perlu di perhatikan. Misalnya tidak mungkin siswa SD sudah diberi pelajaran oleh sekolah seperti siswa SMP. Karena hal itu akan membebani siswa yang secara fisik dan mental belum siap.

 Kesimpulan
            Psikologi Gestalt adalah sebuah aliran dalam psikologi yang mengungangkapkan bahwa proses persepsi  (proses mengenali objek atau peristiwa yang terjadi pada individu setelah mendapat stimulus melalui penginderaan) dipelajari secara langsung oleh individu dan secara bulat artinya baik individu, stimulus, proses penginderaan dan lingkungan adalah kesatuan dan dipelajari secara keseleruhan dengan pemahaman serta tidak dapat dibagi-bagi menjadi bagian-bagian tertentu.




sumber:
Heru Basuki, A.M. 2008. Psikologi Umum. Jakarta: Gunadarma
 Sobur, Alex. 2013. Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah. Bandung: Pustaka Setia
 Chaplin, J.P. 2002. Kamus Lengkap Psikologi Umum (terj. Kartono, kartini). Jakarta: Raja Grapindo

Minggu, 20 Desember 2015

Psikologi Behaviorisme

Menurut kamus lengkap psikologi J.P Chaplin  behaviorisme adalah suatu pandangan teoritis yang beranggapan bahwa pokok persoalan psikologi adalah tingkah laku tanpa mengaitkan konsepsi-konsepsi mengenai kesadaran dan mentalitas.
Behaviorisme adalah sebuah aliran dalam psikologi yang didirikan oleh John Broadus watson pada tahun 1913. Behaviorisme merupakan aliran yang revolusioner, kuat, dan berpengaruh, serta memiliki akar sejarah yang cukup dalam. Behaviorise lahir sebagai reaksi terhadap introspeksionisme (yang menganalisis jiwa manusia berdasarkan laporan-laporan subjektif) dan psikoanalisis (yang berbicara tentang alam bawah sadar yang tidak tampak). Behaviorisme menganalisis bahwa perilaku yang tampak saja yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Menurut behaviorisme pembentukan perilaku terjadi melalui rangsangan (stimulus) yang menimbulkan perilaku reaktif (respon).
 Kaum behaviorisme lebih dikenal dengan teori belajar, karena menurut mereka, seluruh perilaku manusia kecuali insting adalah hasil belajar. Belajar artinya perubahan perilaku organisme sebagai hasil pengaruh dari lingkungan. Behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilaku organisme dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan.
Behaviorisme memandang bahwa ketika dilahirkan pada dasarnya manusia tidak membawa bakat apa-apa. Manusia berkembang berdasarkan stimulus yang diterimanya dari lingkungan sekitarnya. Lingkungan yang baik akan menghasilkan manusia yang baik sedangkan lingkungan yang buruk akan menghasilkan manusia yang buruk. Pandangan ini memberi penekanan yang sangat besar pada aspek stimulus lingkungan untuk mengembangkan manusia dan kurang menghargai faktor bakat atau potensi manusia. Pandangan ini beranggapan bahwa bagaimana pun jadi seseorang lingkunganlah yang menentukan.

Ivan Petrovich Pavlov salah satu ahli behaviorisme melakukan suatu eksperimen menggunakan anjing sebagai binatang percobaan. Anjing  bila diberikan sebuah makanan (unconditioned stimulus) maka secara otonom anjing akan mengeluarkan air liur (unconditioned respons). Jika anjing dibunyikan sebuah bel maka ia tidak merespon atau mengeluarkan air liur. dalam eksperimen ini anjing diberikan sebuah makanan (unconditioned stimulus) setelah diberikan bunyi bel (conditioned stimulus) terlebih dahulu, sehingga anjing akan mengeluarkan air liur (Unconditioned response) akibat pemberian makanan. Setelah perlakukan ini dilakukan secara berulang-ulang, maka ketika anjing mendengar bunyi bel (conditioned stimulus) tanpa diberikan makanan, secara otonom anjing akan memberikan respon berupa keluarnya air liur dari mulutnya (conditioned response).


Edward Lee Thorndike dalam penelitiannya terhadap tingkah laku binatang mencerminkan prinsip dasar proses belajar yaitu bahwa dasar dari belajar adalah asosiasi. Suatu stimulus (S) akan menimbulkan suatu respon (R) tertentu. Teori ini disebut teori Stimulus-Response. Dalam teori ini dikatakan bahwa dalam proses belajar, pertama kali organisme dengan cara coba dan salah (trial and error). Jika organisme menghadapi masalah, maka organisme itu akan bertingkah laku untuk memecahkan masalah itu. Apabila kebetulan tingkah laku itu dapat memecahkan masalah maka berdasarkan pengalaman itulah, jika timbul masalah serupa organisme sudah mengetahui tingkah laku apa yang akan dilakukan untuk memecahkan masalah tersebut. Ini berarti organisme tersebut melakukan asosiasi antara satu masalah tertentu dengan suatu tingkah laku tertentu. Misalnya seekor kucing yang dimasukkan ke kandang yang terkunci, kemudian diluar kandang ditaruh makanan. Maka kucing tersebut akan bergerak, meloncat, mencakar, mengeong, sampai suatu saat secara kebetulan ia menginjak suatu pedal sehingga pintu kandang itu terbuka. Sejak itu kucing akan langsung menginjak pedal apabila dimasukkan dalam kandang.



 Dari eksperimennya Thorndike mengajukan tiga macam hukum yang sering dikenal sebagai hukum primer dalam belajar yaitu:
1.      Hukum kesiapan (the law of readiness), belajar yang baik memerlukan adanya kesiapan dari organisme yang bersangkutan. Apabila tidak ada maka hasil belajar tidak akan baik.
2.      Hukum latihan(the law of exercise), bahwa asosiasi diperkuat melalui pengulangan dan akan terhapus bila tidak digunakan.
3.      Hukum efek (the law of effect), bahwa respons-respons yang menghasilkan hadiah atau kepuasan cenderung untuk diulang, sedangkan respons-respons yang menghasilkan hukuman atau gangguan cenderung dihilangkan.

Tokoh behaviorisme lainnya adalah Burrhus Frederick Skinner. Skinner mengadakan suatu percobaan yang disebut operant conditioning. Percobaannya adalah sebagai berikut:
Tikus dimasukkan ke dalam sebuah kotak yag dibuat khusus untuk percobaan ini. Tikus akan bergerak ke sana ke mari, dan apabila secara kebetulan alat penekan (tombol) terinjak, maka akan keluar makanan (makanan merupakan stimulus tidak terkondisi/UCS). Setelah percoban ini beberapa kali diulang , tikus akan tahu bahwa dengan menekan tombol makanan akan keluar. Maka tikus akan menekan tombol apabila membutuhkan makanan. Perbuatan menekan tombol tersebut disebut tingkah laku operant. Makanan disini merupakan reward (imbalan) dari tingkah laku menekan alat. Percobaan lebih lanjut makanan diberikan apabila tikus menekan alat dan apabila dinyalakan lampu. Selanjutnya kalau lampu tidak menyala walaupun tombol ditekan makanan tidak diberikan. Sekarang tikus dapat membedakan kapan akan menekan alat dan kapan tidak menekan alat. Disini lampu menjadi stimulus diskriminasi.
Operant conditioning ini diartikan sebagai suatu proses perilaku operant (penguatan positif dan negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan. Reward dalam percobaan ini merupakan sesuatu yang meningkatkan timbulnya respons.



  Contoh dalam kehidupan sehari-hari
1. Beberapa mahasiswa sedang mengikuti perkuliahan di ruangan kelas yang terasa panas, secara spontan mahasiswa akan mengipas-ngipaskan buku untuk meredam kegerahannya. Ruangan kelas yang panas merupakan lingkungan yang menjadi stimulus bagi mahasiswa tersebut. Secara spontan mengipas-ngipaskan buku merupakan respon yang dilakukan mahasiswa.
2. Anak kecil yang tersenyum mendapat permen oleh orang dewasa yang gemas melihatnya, maka anak tersebut cenderung mengulangi perbuatannya yang semula tidak disengaja atau tanpa maksud tertentu. Tersenyum adalah perilaku operant dan permen adalah penguat positifnya.

   Kesimpulan
Aliran psikologi Behaviorisme memusatkan pokok pembahasannya terhadap tingkah laku manusianya saja tanpa mempersoalkan dengan konsepsi-konsepsi kesadaran dan mentalitas. Menurut Behaviorisme manusia akan berkembang berdasarkan stimulus dari lingkungan sekitar yang diterimanya. Jadi pengaruh lingkungan sangat kuat terhadap tingkah laku individu. Lingkungan yang baik akan menghasilkan individu yang baik dan lingkungan buruk menghasilkan individu yang buruk. 




Sumber:
Heru Basuki, A.M. 2008. Psikologi Umum. Jakarta: Gunadarma 
Sobur, Alex. 2013. Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah. Bandung: Pustaka Setia
Chaplin, J.P. 2002. Kamus Lengkap Psikologi Umum (terj. Kartono, kartini). Jakarta: Raja Grapindo